Advertisement
Penulis| Biem Mahasiswa UAD |Editor |SF
Dengan maksud mereka. Boleh dilakukan, asal itu sifatnya nan–menyenangkan hati. ‘Sangat menjijikkan sekali bagi saya’. Karena saya menelitik, sudut pandang, dan produk pikiran mereka itu terletak pada kekalutan moral, dan kehancuran agama. Sebab tanpa modal agama, kita akan berkamuflase tinggi. Namun bernilai rendah,—kotor, busuk, sampah, dan bejat
Info720.com| Peristiwa busuk, dan pertikaian pekik yang dilakukan oleh manusia akhir-akhir ini. Tiada lain, lantaran hak-haknya seorang manusia tidak lagi mengenal dirinya. Apa yang seharusnya dikonsepsikan oleh Tuhan, hukum dan agama, tidak lagi diamini dalam batin.
Ilustrasi Kekerasan seksual dan pencabulan terhadap anak |Pixabay/Helga Kattinger| |
Kenapa mereka harus mencoba?
Padahal mereka tahu, bahwa hak kebebasan, dan kemutlakan itu
sifatnya absah-absah saja. Dan itu bisa terjadi pada siapa—pun, kapan—pun pada
manusia. Tidak boleh itu dilakukan dan dilanggar! Itu hukum Tuhan. Sebab Jhon
Lock menilai, apa yang dianggap baik itu adalah dasarnya baik, dan apa yang anggap
buruk itu tetap buruk. Namun karena atas kekejaman, kepekikan, dan kekejian
manusia itu sendiri. Hal-hal yang mengeruk, dan sifatnya baik (sakral) berubah
menjadi lunak.
Dengan maksud mereka. Boleh dilakukan, asal itu sifatnya
nan–menyenangkan hati. ‘Sangat menjijikkan sekali bagi saya’. Karena saya
menelitik, sudut pandang, dan produk pikiran mereka itu terletak pada kekalutan
moral, dan kehancuran agama. Sebab tanpa modal agama, kita akan berkamuflase
tinggi. Namun bernilai rendah,—kotor, busuk, sampah, dan bejat.
Sungguh miris sekali!
Ini yang kemudian saya telisik, bahwa perihalnya—idil
kekerasan seksual, pelecehan moral, pencabulan anak, dan seksualitas bebas. Itu
semua berpengaruh buruk pada efek pertumbuhan dan perkembangan anak.
Seorang anak yang seharusnya dipayungi oleh kekuasaan dan
hak prerogatif hukum, dan agama. Kini kasus seksual terhadap anak semakin liar.
Hak-haknya dirampas, kebebasan ditindas, dan kemerdekaan diberangus atau
dibungkam. Semua yang mereka pakai dalam tubuh keelokan, dan kekuasaan dirinya.
Sudah menjadi mantel, dan kenikmatan para ‘Pelayan Tuan’.
Apa ini yang saya definisikan sebagai negara budak, Islam,
sekuler, sosialis, dan komunis? Tentu iya. Sebab saya menelitik banyak sekali
kasus, yang terjadi di Kabupaten Bima dan Dompu hari ini. Di Donggo misalnya,
kasus-kasus kekerasan seksual, dan pencabulan anak, hingga memalukan itu. Sungguh pekik, busuk, dan fasik dalam soal kemanusiaan, dan
kesusilaan.
Donggo yang dulu, identik dengan kental nilai tradisi, hukum,
adat, agama, dan kesukuan. Kini semakin bias dan tenggelam pada kehancuran, dan
kesucian manusia. Begitu pula dengan Kabupaten Bima dan Dompu, yang nyaris ada
kasus serupa setiap bulan.
Kalau peristiwa ini, goyah, bergetar dan tamat di negeri kita. Tentu bukan Lenin, Hitler, dan john michel yang membantai, dan merampas hak-hak para manusia itu. Melainkan para tuan yang diperbudak oleh akal, dan hati nuraninya manusia itu sendiri.